Dalam al-Qur’an kata pendidikan
dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini berasal dari kata rabba,
yurabbi yang berarti memelihara, mengatur, mendidik, seperti yang
terdapat dalam surat al-Isra’ [17]: 24. Kata tarbiyah berbeda dengan
ta’lîm yang secara harfiyah juga memiliki kesamaan makna yaitu mengajar.
Akan tetapi, kata ta’lîm lebih kepada arti transfer of knowladge
(pemindahan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah
tidak hanya memindahkan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain, namun
juga penanaman nilai-nilai luhur atau akhlâk al-karîmah, serta
pembentukan karakter. Oleh karena itulah, Allah swt menyebut dirinya
dengan sebutan rabb yang berarti pemelihara dan pendidik.
Kita selalu
dituntut untuk selalu memuji rabb dalam segala kondisi, susah atau
senang, bahagia atau susah, mandapat ni’mat atau musibah. Sebab, Tidak
ada satupun yang datang dari rabb dalam bentuk keburukan. Semuanya
bertujuan untuk kebaikan manusia, karena Tuhan adalah Pendidik (rabb).
Kalaupun sesuatu itu buruk dalam pandangan manusia, itu hanyalah
disebabkan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia memahami Tuhan (rabb)
secara utuh dan menyeluruh. Tetapi ada saatnya nanti, manusia menyadari
bahwa sesuatu yang dulu tidak dia senangi, ternyata Tuhan berikan demi
kebaikannya. Ibarat seorang anak yang dilarang bermain oleh ibunya,
sehingga dia kesal dan mengatakan ibunya tidak menyayanginya. Setelah
dia dewasa dan meraih kesuksesan hidup, barulah dia sadar bahwa apa yang
dilakukan ibunya adalah demi kebaikannya, walupun wujudnya ketika itu
tidak menyenangkannya.
Terkait dengan konsep pendidikan dalam Islam, Allah swt telah menggariskannya dalam surat Ali Imran [3]: 79
مَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ
وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ
الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Artinya : “Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Dari
ayat di atas diketahui, bahwa tujuan pendidikan bukan menjadikan
manusia sebagai hamba ilmu, budak teori atau penkultusan kepada seorang
tokoh ilmuwan. Tetapi tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan
manusia sebagai insan rabbani (manusia yang berketuhanan). Pendidikan
tidak hanya menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan,
namun menjadikan manusia sebagai manusia yang kenal dan takut dengan
Tuhannya dengan ilmu yang dimiliki tersebut.
Agaknya satu bentuk
kegagalan pendidikan negara kita adalah, bahwa sistem pendidikan baru
dalam kerangka menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan.
Tetapi, belum berupaya menciptakan manusia yang sadar akan keberadaan
Tuhannya. Di negara ini secara kuantitas agaknya sudah cukup atau bahkan
kelebihan orang pintar, namun bangsa ini semkin terpuruk karena
kekurangan manusia yang menyadari keberadaan Tuhan dan takut kepada-Nya.
Dan itu juga sebabnya kenapa Allah menyebutkan kata ulama dalam
al-Qur’an yang bukan saja manusia yang memahami al-kitab (Q.S.
asy-Asyu’ara’ [26]: 197, namun juga manusia yang memahami fenomena alam
raya dan merangkaikannya dengan sifat takut kepada Allah (Q.S. Fathir
[35]: 28) .
Kemudian konsep pendidikan yang diperkenalkan dalam ayat
di atas adalah belajar dan mengajar sepanjang masa. Allah swt
menyebutkan bahwa ciri insan rabbani itu adalah tu’allimûn wa tadrusûn
(mengajar dan belajar). Ada hal yang menarik untuk dicermati, bahwa
Allah menggunkan kata kerja dan bentuk fi’il mudhâri’ (Present
Continiuos) yang memiliki masa sekarang dan akan datang. Hal itu
memberikan isyarat, bahwa manusia rabbani adalah orang yang selalu
mengajarkan ilmu yang dia miliki kepada orang lain, dan di saat yang
sama dia selalu belajar mencari apa yang belum diketahuinya. Hal itu
dilakukannya sepanjang hayat seperti yang diperintahkan Rasulullah saw
“Carilah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”.
Dengan demikian,
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berhenti mencari ilmu,
karena ilmu itu begitu luasnya. Semakin banyak yang diketahui akan
semakin sadar manusia itu, bahwa begitu banyak yang belum dia ketahui.
Itulah agaknya kenapa dalam wahyu pertama yang diturunkan Allah swt,
kata iqra’ diulang dua kali. Hal itu berarti bahwa membaca dan proses
belajar harus selalu dilakukan. Sebab, semakin banyak kita membaca
semakin mulia kita di depan manusia dan di mata Allah swt, karena
kemulian Tuhan akan diberikan kepada orang yang selalu membaca
(warabbuka al- akram/ dan Tuhanmu Maha Mulia).
Begitu juga Islam
menuntut umatnya untuk menjadi pengembang ilmu dengan mengajarkan apa
yang telah diketahui kepada orang lain. Begitulah Rasulullah saw
memerintahkan umatnya dalam salah satu hadits beliau. Pertama sekali
umatnya dituntut untuk menjadi pengajar (kun ‘âliman), kemudia baru
menjadai murid (muta’alliman). Dengan melakukan dua hal di atas, maka
tujuan pendidikan menjadikan manusia rabbani bisa diwujudkan.
Sumber : http://2share-ilmu.weebly.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Untuk Pengembangan Blog